Latar Belakang Berdirinya Indische Partij
GARASIteach - Indische Partij adalah organisasi modern ketiga yang berdiri setelah Budi Utomo dan Sarekat Islam . Organisasi ini merupakan organisasi pertama yang secara tegas menyatakan berpolitik.
foto: bertha/GARASIteach
Pendirian organisasi ini dipertegas lagi pada sidang Indische Bond yang diselenggarakan di Jakarta tanggal 12 desember 1911, dengan pokok pidato "Gabungan kulit putih dengan sawo matang". Ia berkata, bahwa jumlah kaum Indo sangat sedikit, sehingga jika ia bertindak seorang diri,maka ia tak mungkin memperoleh keuntungan. Syarat untuk memperoleh kemenangan dalam pertentangan dengan penjajah Belanda ialah menggabungkan diri dengan bangsa Indonesia agar kedudukan organisasinya makin bertambah kuat.
Untuk persiapan pendirian Indische Partij, maka mulai tanggal 15 September - 3 oktober 1912, Douwes Dekker mengadakan perjalanan Propaganda di Pulau Jawa. Di Surabaya, ia mendapat sokongan dari Dokter Tjipto Mangoen Koesoemo. Di Bandung ia mendapat sokongan dari R.M. Soewardi Soerjaningrat, juga Abdul Muis yang pada saat tu telah menjadi pimpinan Sarekat Islam cabang Bandung. Di Yogyakarta mendapat sambutan baik dari pengurus Budi Utomo,juga daerah Jawa Barat,Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Mereka merupakan "tiga serangkai" yang sangat ditakuti oleh Belanda. Mereka ialah tokoh-tokoh Indische Partic yang didirikan di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912 yang mana semboyannya yaitu Hindia for Hindia yang berarti Indonesia hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang menetap dan bertempat tinggal di Indonesia tanpa terkecuali.
Tujuan Indische Partij
tujuan indische partij sebagai berikut :
- Untuk membangun rasa patriotisme semua bangsa indonesia kepada tanah air yang telah memberi lapangan hidup kepada mereka.
- Menganjurkan kerjasama atas dasar persamaan ketatanegaraan.
- Memajukan tanah air Indonesia.
- Mempersiapkan kehidupan rakyat yang merdeka.
Keanggotaan Indische Partij
Keanggotaan Indische Partij terbuka untuk semua golongan bangsa tanpa membedakan tingkatan kelas / kasta. golongan bangsa yang menjadi anggota Indische Partij adalah golongan bumiputera, golongan Indo, Cina dan Arab
foto: bertha/GARASIteach
Keanggotaan Indische Partij tersebar pada 30 cabang dengan jumlah anggota seluruhnya 7.300 orang, sebagian besar golongan Indo. Sedangkan jumlah anggota golongan bumiputera adalah 1.500 orang. Cabang Indische Partij antara lain adalah Semarang, dengan jumlah anggota 1.300 orang, Surabaya dengan jumlah anggota 850 orang, Bandung dengan jumlah anggota 700 orang, Batavia / Jakarta dengan Jumlah anggota 654 orang.
Jika dibandingkan dengan Budi Utomo dan Sarekat Islam, maka keanggotaan Indische Partij lebih kecil jumlahnya. Hal ini disebabkan karena adanya perasaan takut untuk memasuki suatu perkumpulan politik. Adanya pasal 111 Regerings-Reglement (RR), yang berbunyi "Bahwa perkumpulan-perkumpulan atau persidangan-persidangan yang membicarakan soal pemerintahan (politik) atau membahayakan keamanan umum dilarang di Indonesia". Pasal ini merupakan tembok penghalang yang sukar ditembus oleh Indische Partij dalam mengembangkan jumlah Anggotanya.
Perjuangan Indische Partij untuk memperoleh Badan Hukum.
Di dalam rapat pendirian IP pada tanggal 25 Desember 1912 ditetapkan pula anggaran dasarnya.Lalu anggaran dasar itu diberikan kepada pemerintah untuk mendapatkan pengesahan supaya menjadikan IP berbadan hukum. Sikap Gubernur jendral Idenberg terhadap IP berbeda dengan sikapnya kepada Budi Utomo maupun Sarekat Islam. Sikapnya terhadap Budi Utomo dan Sarekat Islam sangat berhati-hati,namun sikapnya terhadap IP sangat tegas. Gub.Jen. Idenberg menolak anggaran dasar IP dengan surat keputusan tanggal 4 Maret 1913. Alasan penolakannya yaitu karena perkumpulan itu berlandas politik dan mengancam hendak merusak keamanan umum, harus dilarang pendiriannya, menurut pasal 111 RR".
Di dalam rapat tanggal 5 Maret 1913 pimpinan IP memutuskan untuk mengubah bunyi pasal 2 tentang tujuan IP .
Setelah diubah bunyinya menjadi:
- Memajukan kepentingan anggota di dalam segala lapangan, baik jasmani maupun rohani.
- Menambah kesentosaan kehidupan rakyat di Hindia Belanda.
- Berdaya upaya menghilangkan segala rintangan dan Undang-undang Negara yang menghalangi terciptanya tujuan, dan
- Minta diadakan undang-undang dan ketentuan-ketentuan yang menunjang tercapainya tujuan.
Tanggal 5 Maret 1913 IP mengajukan lagi untuk kedua kalinya anggaran dasar agar dapat disahkan oleh pemerintah. Dengan surat keputusan tanggal 11 Maret 1913 Gub.Jend. menolak anggaran dasar IP yang baru. Bunyi penolakan itu adalah:
"Menimbang bahwa perubahan yang diadakan pada pasal 2 anggaran dasar itu, sekali-kali tidak bermaksud merubah dasar dan jiwa organisasi itu yang sebenarnya, yang diterangkan dalam surat keputusan tanggal 4 Maret 1913 No.1 maka kenyataan itu adalah jelas daripada keterangan ketua organisasi IP, atas pernyataan cabang Indramayu yang tertulis di dalam notulen persidangan tanggal 25 Desember 1912 dan dilampirkan di dalam surat permohonan pucuk pimpinan IP tanggal 16 Maret 1913. Maka berhubung dengan itu, pemerintah Hindia Belanda tetap menguatkan surat keputusan tanggal 4 Maret 1913".
Walaupun kemudian pucuk pimpinan IP beraudiensi kepada Gub.Jend Idenburg untuk mengulangi permohonan badan hukum itu, tetapi pemerintah Hindia Belanda tetap pada pendiriannya.
Dengan adanya penolakan itu berarti IP menjadi partai terlarang dan hanya berusia 6 Bulan. Meskipun usianya pendek tetapi semangat dan jiwa IP tetap mendapatkan tempat pada para pemimpin pergerakan saat itu.
Penangkapan dan Pengasingan Pemimpin Indische Partij
Pemerintah kolonial Belanda ingin merayakan 100 tahun bebasnya negeri Belanda dari jajahan Perancis pada tahun 1813.Perencanaan 100 tahun kemerdekaan negeri Belanda di tanah jajahan ini menimbulkan perasaan anti pati dan penghinaan terhadap rakyat jajahan. Untuk mengimbangi niat pemerintah kolonial Belanda itu, didirikanlah sebuah Komite yang dikenal sebagai "Komite Boemi Poetra" di Bandung.
Tujuan Komite itu adalah :
a. Mengirimkan telegram kepada Ratu Belanda agar mencabut pasal 111 RR.
b. Membentuk majelis perwakilan rakyat sejati.
c. Adanya kebebasan berpendapat di tanah jajahan.
Salah satu pemimpin Komite Boemi Poetra, R.M. Soewardi Soerjaningrat menulis sebuah artikel dalam Harian De Express (edisi 19 Juli) dengan judul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya ak seorang Belanda) yang menyinggung perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda.
Di dalam artikel itu ia menulis antara lain "…Seandainya Aku Seorang Belanda, masih belumlah saya dapat berlaku sekehendak hati saya. Dengan sesungguhnya saya akan mengharap-harap, semoga peringatan hari kemerdekaan itu, di pesta seramai-ramainya, tapi saya tidak akan menyukai, jika anak-anak negeri dari tanah jajahan ini dibawa-bawa larut berpesta. Saya akan melarang mereka turut bergembira dan bersuka ria di hari-hari keramaian itu, bahkan saya akan meminta di tempat pesta, agar tidak ada seorang diantara anak-anak negeri yang dapat terlihat, secara apa kita beriang-riang dalam memperingati hari kemerdekaan itu.Sejalan dengan aliran itu, bukan saja tidak adil, tapi terlebih lagi tidak patut, jika anak-anak negeri disuruh menyumbang uang pula untuk turut membelanjai pesta itu. Jika mereka itu telah diperhatikan dengan laku mengadakan pesta kemerdekaan untuk negeri Belanda, sekarang orang bermaksud pula hendak mengosongkan kantong uangnya. Sesungguhnya, suatu penghinaan lahir dan batin"
Tulisan R.M. Soewardi Soerjaningrat ini mendapat reaksi yang hebat dari pemerintah kolonial Belanda. Terjadilah pemeriksaan-pemeriksaan yang intensif terhadap “Tiga Serangkai” oleh Kejaksaan. Dengan menggunakan "Hak Luar Biasa" (Exorbitante rechten) (hak istimewa untuk menangkap siapapun orang yang membahayakan kedudukan Belanda).Gub.Jend. Idenburg mengeluarkan surat keputusan tanggal 18 Agustus 1913 untuk mengasingkan ketiga pemimpin “Komite Boemi Poetra” itu.Beberapa tempat ditunjuk untuk mereka. Kupang untuk Tjipto Mangoenkoesoemo, Banda untuk R.M. Soewardi Soerjaningrat, dan Bengkulu untuk Douwes Dekker.
Disamping itu ditetapkan pula dalam surat keputusan tanggal 18 Agustus 1913 bahwa mereka bebas berangkat keluar Hindia Belanda. Mereka bertiga memilih diasingkan di luar negeri, yaitu ke negeri Belanda. Mereka berangkat ke Negeri pengasingan tanggal 6 September 1913. Hari keberangkatannya ini diproklamasikan sebagai "Hari Raya Kebangsaan".
Dengan diasingkannya ketiga pimpinan tersebut, maka secara organis IP tidak berperan lagi dalam pergerakan nasional Indonesia.Lalu IP berganti nama menjadi Partai Insulinde yang kemudian tahun 1919 berganti nama menjadi National Indische Partij(NIP).Dalam perkembangannya partai ini tidak mempunyai pengaruh terhadap rakyat bahkan hanya merupakan perkumpulan orang-orang terpelajar.
SUMBER: WWW.GARASIGAMING.COM
No comments:
Post a Comment